Seorang nenek lanjut usia datang kepada Nabi Muhamad SAW. Dengan sedih dan kuatir ia berkata, "Ya Rasulalloh, apakah saya dapat masuk surga?"
Nabi mengerutkan kening, lalu dengan suara sungguh menyesal dia menjawab, "maaf, Nek, di surga tidak ada orang tua."
Maka nenek-nenek itu pun menangis tersedu-sedu menyesali nasibnya sebagai orang tua. Tetapi Nabi cepat menyambung ucapannya, "Maksud saya bukan Nenek tidak akan masuk surga".
"Jadi?" Nenek bakal masuk surga, tetapi nenek disana akan jadi muda lagi," ucap nabi melegakan.
Nenek itu pun terawa gembira membayangkan nasibnya yang akan jadi perawan kembali di surga. Begitulah cara nabi bercanda. Sekedar menyegarkan suasana, namun tetap menjaga agar selorohnya dapat membahagiakan orang lain, bukan menyakitkan atau menyinggungnya.
Pada hari berikutnya, Nabi didatangi peminta-minnta pada awal masa hijrah, ketika pembangunan masyarakat Madinah belum dapat memakmurkan rakyat.
Oleh Nabi, peminta-minta itu diberinya sedekah. Hari yang lain peminta minta itu datang lagi. Nabi masih memberinya uang. Ketika orang itu mengemis-ngemsi kembali, Nabi tidak memberinya uang lagi atau makanan melainkan sebilah kapak, agar dengan kapak tersebut peminta-minta itu mau bekerja keras mencari nafkah.
Lalu pada suatu saat, Nabi berpapasan dengan seorang pemuda gondrong, dengan rambut tanpa disisir dan awut-awutan. Pemuda itu melihat muka nabi berubah menjadi masam, tampaknya tidak suka kepadanya. ia berpikir apakah karena aku berambut gondrong atau karena aku tidak teratur?
Pada hari berikutnya, dengan bersisir rapi ia keluar dari rumahnya. Di jalan ia bersimpangan dengan nabi. Kali ini Nabi tersenyum ramah kepadanya. Pemuda itu pun tahu bahwa yang tidak disukai Nabi bukan rambut gondrongnya, melainkan ketidakrapihan dan acak-acaknya itu yang tidak suka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar