Artikel dan Makalah tentang Penelitian Sejarah Lisan : Metode, Tujuan, Kelebihan, Kekurangan / Kelemahan, Prinsip Dasar - Sejarah lisan sebenarnya telah berkembang sejak lama, Herodotus sejarawaran Yunani pertama, telah mengembara ke tempat-tempat yang jauh untuk mengumpulkan bahan-bahan sejarah lisan. Sekitar 2400 tahun yang silam, Thucydides telah menggunakan kisah kesaksian langsung para prajurit yang ikut dalam Perang Peloponesus antara Sparta dan Athena untuk menyusun sejarah lisan. Di Nusantara, para penulis hikayat juga menggunakan metode lisan untuk memperoleh data. Ungkapan kata Shohibul Hikayat atau menurut si empunya cerita di dalam sejarah tradisional memberikan petunjuk bahwa bahan yang dikisahkan itu tidak berasal dari penulis sendiri, melainkan dari orang lain dan dalam banyak hal diperoleh secara lisan. Sumber lisan harus diperkaya dengan dengan sumber-sumber tertulis. Penelitian lisan hanyalah sebagai salah satu sumber yang tersedia bagi seorang sejarawan.
Sejarah lisan biasanya menceritakan suatu peristiwa sejarah dari sumber pertama atau dari saksi mata peristiwa sejarah. Tradisi lisan memiliki jangkauan yang lebih luas. Tradisi merupakan kisah yang diperoleh bukan dari orang yang menyaksikan peristiwa itu sendiri, melainkan mendengar dari orang lain atau dari satu, dua, tiga atau lebih generasi sebelumnya. Seringkali tradisi lisan dianggap sebagai kenangan dari kenangan. Tradisi lisan biasanya mencakup semua aspek kehidupan berbagai aspek kehidupan masa lampau, seperti legenda, epik, peribahasa, teka-teki, dan ungkapan. Tradisi lisan cenderung menjadi bagian dari kegiatan para antropolog atau ahli folklor.
Sejarah lisan mempunyai kelebihan sebagai berikut:
- Pengumpulan data dalam sejarah lisan dilakukan dengan komunikasi dua arah sehingga memungkinkan sejarawan dapat menanyakan langsung bagian yang kurang jelas kepada narasumber.
- Penulisan sejarah menjadi lebih demokratis karena memungkinkan sejarawan untuk menggali informasi dari semua golongan masyarakat.
- Melengkapi kekurangan data atau informasi yang belum termuat dalam dokumen. Penelitian sejarah lisan yang dipadukan dengan sumber tertulis dianggap dapat melengkapi kekurangan sumber-sumber sejarah selama ini.
Di samping memiliki kelebihan, sejarah lisan juga mempunyai beberapa kekurangan atau kelemahan sebagai berikut:
- Terbatasnya daya ingat seorang pelaku atau saksi sejarah terhadap suatu peristiwa.
- Subjektivitas dalam penulisan sejarah sangat tinggi. Dalam hal ini perasaan keakuan dari seorang saksi dari seorang pelaku sejarah yang cenderung memperbesar peranannya dan menutupi kekurangannya sering muncul dalam proses wawancara. Selain itu, subjektivitas juga terjadi karena sudut pandang dari masing-masing pelaku dan saksi sejarah terhadap suatu peristiwa sering kali berbeda.
Perbedaan sudut pandang dari beberapa pelaku sejarah terhadap peristiwa yang sama dapat diambil contoh pada peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan, tentang tokoh yang mengajukan usul penandatanganan teks proklamasi. Para pelaku sejarah tersebut, yaitu Ahmad Soebardjo, Bung Hatta, dan B.M. Diah. Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI berlangsung. Demikian juga Bung Hatta dalam memoirnya, juga mengatakan bahwa Soekarnilah yang mengusulkan agar Bung Karno dan Bung Hatta yang menandatangani Proklamasi itu, sedangkan B.M. Diah yang juga menyaksikan peristiwa tersebut mengatakan bahwa yang mengusulkan itu adalah Chaerul Saleh, setelah berunding dengan B.M. Diah. Sukarni menolak isi Proklamasi buatan Soekarno, Hatta, dan Soebardjo karena dianggap kurang revolusioner, sedangkan yang mengusulkan agar Proklamasi itu ditandatangani hanya oleh Soekarno-Hatta adalah Chaerul Saleh sehingga baik Ahmad Soebardjo maupun B.M. Diah memiliki pendapat yang berbeda mengenai hal yang sama.
Untuk mendapatkan data yang seimbang mengenai suatu peristiwa sejarah maka penelitian sejarah lisan harus dilakukan dengan melakukan wawancara dengan berbagai golongan yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Dalam praktik wawancara sejarah lisan telah dikembangkan suatu teknik yang disebut wawancara simultan, yakni wawancara secara sekaligus terhadap sejumlah pelaku yang mengalami peristiwa yang sama. Dengan cara ini dapat diperoleh dua hasil yang tidak tercapai dengan wawancara perseorangan. Pertama, para pelaku itu akan saling bantu mengingat-ingat pelbagai unsur peristiwa yang sama-sama mereka alami. Ini terutama terasa apabila para pelaku sudah berusia agak lanjut. Kedua, secara sekaligus kita dapat mencocokkan pelbagai data yang diajukan oleh pelaku karena menurut pengalaman, pelbagai pelaku dari peristiwa yang sama dapat mempunyai persepsi yang berbeda-beda.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian sejarah lisan sebagai berikut:
1. Sumber dari Pelaku Sejarah
Para pelaku sejarah adalah mereka yang terjun atau berkecimpung langsung dalam sebuah peristiwa bersejarah. Pelaku ini memegang peranan yang cukup penting dalam proses terjadinya kejadian sejarah. Dengan demikian, seorang pelaku sejarah dapat mengungkapkan segamblang-gamblangnya−sejauh yang masih dapat ia ingat−peristiwa yang dialaminya karena ia aktif dan mungkin cukup tahu latar belakang peristiwa. Di sinilah letak kelebihan seorang pelaku sebagai sumber sejarah lisan.
Meski demikian, tetap saja penelitian terhadap para pelaku sejarah dapat menimbulkan keterangan yang subjektif. Ia dapat saja menambahkan atau mengurangi kisah yang sebenarnya terjadi guna kepentingan pribadi atau golongan atau negaranya. Ada beberapa hal yang sengaja disembunyikan olehnya karena menyangkut nama baiknya. Atau mungkin pula ia memang lupa sebagian atau detail peristiwa yang terjadi.
Contoh yang sering diungkapkan adalah peranan Letnan Kolonel Soeharto dalam pertempuran pada masa revolusi mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Letkol Soeharto merupakan pelaku dari peristiwa tersebut selain Jenderal Soedirman, Ahmad Yani, Gatot Soebroto, serta ribuan tentara lainnnya. Puluhan foto memperlihatkan bahwa Soeharto memang langsung terlibat dengan peristiwa revolusi fisik ketika ibukota pindah ke Yogyakarta dari Jakarta. Soeharto dapat menjelaskan beberapa fragmen dari peristiwa bersejarah karena ia sendiri turun dalam medan pertempuran melawan pasukan Belanda-Sekutu. Namun, apakah semua yang dikisahkannya merupakan kebenaran yang mutlak? Apakah dalam kisah yang diceritakannya tidak terdapat penambahan agar si pelaku namanya melambung dan makin harum? Segala kemungkinan pasti tetap ada.
2. Sumber dari Saksi Sejarah
Saksi merupakan seseorang yang pernah menyaksikan atau melihat sebuah peristiwa ketika berlangsung. Namun berbeda dengan pelaku, saksi ini bukan pelaksana dan tidak terlibat langsung dengan jalannya peristiwa. Ia hanya menyaksikan dan bersaksi bahwa peristiwa tersebut ada dan pernah berlangsung. Sama seperti para pelaku, para saksi sejarah pun dapat mengungkapkan kesaksiannya secara tak jujur. Ia bisa menutupnutupi atau menambahkan cerita yang sesungguhnya tak ia lihat atau tak pernah terjadi. Bisa saja ia bersaksi sebelah pihak, berat sebelah. Ia menceritakan kebenaran sepihak karena apa yang ia beritakan ternyata mengagung-agungkan salah satu pihak atau pihak-pihak tertentu. Pada kesempatan lain bisa saja saksi sejarah ini menjelek-jelekkan pihak tertentu agar pihak yang dipojokkannya itu namanya makin hancur.
Contoh dari keberpihakan saksi sejarah ini adalah, misalnya, terjadi pada peristiwa hubungan Gerakan Aceh Merdeka dengan Republik Indonesia. Saksi yang memihak GAM tentu akan mengatakan bahwa GAM adalah pihak yang benar karena selalu mementingkan rakyat Aceh sedangkan RI hanyalah pihak yang pandai mengeruk kekayaan alam Aceh tanpa mampu berterima kasih yang cukup dan layak. Sebaliknya, saksi yang pro RI pasti mengatakan bahwa pihak RI yang benar karena melihat banyak rakyat Aceh yang dihabisi oleh GAM.
Dari contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa berita atau keterangan dari satu atau dua orang saksi akan peristiwa sejarah, tentunya dirasakan tak cukup. Diperlukan saksi-saksi yang lain guna memperjelas duduk permasalahan dan detail peristiwa sejarah yang bersangkutan. Dengan demikian, kita akan memperoleh penjelasan yang menyeluruh tentang sebuah kejadian bersejarah yang tengah diteliti.
3. Tempat Peristiwa Sejarah
Dalam sejarah, permasalahan tentang lokasi tempat dan waktu peristiwa sejarah berlangsung sangatlah utama. Karena sebuah peristiwa, baik itu sejarah atau keseharian, tentunya terikat dengan waktu dan tempat. Tak mungkin sebuah kejadian tidak terjadi di sebuah tempat. Bila menentukan tempat bersejarah yang terjadi beberapa tahun yang lalu, kita mampu melihat tempat tersebut karena lokasinya masih ada atau seperti ketika peristiwa berlangsung. Tempat di sini dapat berupa nama jalan, gedung, gunung, jembatan, sungai, lapangan alun-alun, desa, kabupaten, atau kota. Gedung fisik di sini dapat berbentuk gedung kantor, rumah, hotel, gedung parlemen, teater, bioskop, sekolah, masjid, gereja, candi, atau istana keraton.
Gambar 1. Kolam pemandian Candi Tikus, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, merupakan tempat yang menjadi saksi bisu kehidupan Kerajaan Majapahit zaman dulu. (Wikipedia Commons) |
Sebagian lokasi dan tempat tersebut memang sudah ada yang berubah dan rupanya tak lagi sama seperti waktu peristiwa sejarah berlangsung. Namun, tak sedikit pula tempat bersejarah (biasanya bangunan fisik) yang tak berbekas sama sekali, atau bila masih ada pun hanya puing-puingnya atau pondasi dasar bangunan. Bisa saja, bangunan tersebut dahulunya ditinggalkan penduduknya karena suatu hal, bisa banjir, letusan gunung, gempa, longsor, tsunami. Atau bisa saja tempat tersebut diserang oleh sekelompok musuh, lalu bangunan tersebut dihancurkannya hingga rata dengan tanah.
Namun, ada kalanya para ahli tak dapat menentukan di mana letak peristiwa sejarah itu berlangsung. Ini terjadi karena tak ada benda atau artefak yang meninggalkan jejak untuk diteliti. Misalnya, sampai kini para ahli masih bingung di mana letak pastinya istana Kerajaan Tarumanagara, meskipun tahu bahwa letaknya di sekitar Jakarta-Tangerang-Bekasi. Namun, tetap saja letak pastinya tak berhasil diketemukan. Kita hanya tahu dari beberapa prasasti peninggalan zaman Tarumanagara bahwa kerajaan ini terletak di sekitar Jabotabek, tak lebih.
4. Latar Belakang Peristiwa Sejarah
Di samping sumber dan lokasi, kita harus mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa sejarah. Latar belakang ini termasuk hal terpenting dalam menelusuri jalannya peristiwa bersejarah. Ialah peletup dan penyebab peristiwa terjadi dan berlangsung. Tanpa adanya latar belakang tak mungkin sebuah persitiwa terjadi.
Peristiwa sejarah dapat terjadi karena faktor sosial, politik, ekonomi, ideologi, atau kebudayaan. Peristiwa Revolusi Perancis 1789, misalnya, meletus akibat kebijakan Raja Perancis yang mengakibatkan rakyat jelata di Perancis tertekan. Kehidupan ekonomi mereka terpuruk, sementara kehidupan para abdi istana bermewah-mewahan. Faktor sosial dan ekonomi pun akhirnya sangat berpengaruh terhadap sebuah peristiwa.
Contoh peristiwa sejarah yang disebabkan oleh faktor ideologi adalah pemberontakan partai komunis, baik di Rusia, Cina, maupun Indonesia. Karena yakin bahwa komunisme mampu meredam dan mengalahkan praktik kapitalisme dan liberalisme maka para simpatisan komunis bergerak untuk melakukan revolusi dan melawan pemerintahan atau kerajaan yang ada. Tak jarang, dalam peristiwa perlawanan ini banyak korban jiwa berjatuhan karena mempertahankan ideologi.
5. Pengaruh serta Akibat dari Peristiwa Sejarah
Peristiwa sejarah mau tidak mau meninggalkan akibat yang mempengaruhi kehidupan masa berikutnya. Kita tak menginginkan, misalnya, terjadinya peristiwa tsunami di Aceh atau gempa di Yogyakarta, namun kita tak bisa menghindarinya, dan bencana alam tersebut telah memperlihatkan akibat serta pengaruhnya yang hebat kepada penduduk setempat dan masyarakat luas. Orang-orang yang tertimpa bencana tersebut harus menerima akibat yang terjadi, seperti kehilangan sanak saudara, harta benda, pekerjaan, dan sebagainya.
Sebagai akibat lain dari peristiwa alam tersebut, kita serta merta bergotong royong guna meringankan beban penduduk yang terkena musibah alam tersebut. Kejadian alam tersebut berpengaruh (besar atau kecil) pula pada diri kita yang tidak terkena musibah. Kita menjadi dapat lebih bersyukur, lebih arif memandang arti kehidupan, dan menjadi dermawan.
Sebuah peristiwa sejarah mampu menjadi penyebab yang melatarbelakangi peristiwa sejarah yang lain di kemudian hari. Jadi, seringkali sebuah peristiwa sejarah terjadi sebagai akibat dari peristiwa sejarah sebelumnya. Misalnya, pada kasus keruntuhan Singasari. Runtuhnya Kerajaan Singasari mengakibatkan munculnya kerajaan baru, yakni Majapahit.
Akibat yang muncul dari sebuah peristiwa sejarah dapat bernilai positif dan negatif. Perang Dunia II banyak menimbulkan korban nyawa dan materi. Namun, di lain pihak perang dunia tersebut mampu menghentikan sepak terjang Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman yang terkenal anti Yahudi dan penyebab meletusnya Perang Dunia II.
Begitu pula, dengan Jepang. Pengeboman terhadap kota Hiroshima dan Nagasaki merupakan langkah yang mau tak mau harus ditempuh oleh pasukan Sekutu Inggris-Amerika Serikat. Dalam sekejap, pasukan Jepang yang berada di Asia Tenggara menyerah tanpa syarat dan Perang Pasifik pun berhenti. Dengan menyerahnya Jepang, rakyat Indonesia pun bangkit dan segera memerdekakan diri pada 17 Agustus 1945. Namun, penduduk Hiroshima dan Nagasaki mengalami kehancuran yang begitu parah. Orang yang selamat nyawanya pun tetap mengalami cedera seumur hidup. Banyak di antara mereka yang mengalami gangguan jiwa dan tekanan mental akibat letusan bom yang dasyat.
Dari uraian-uraian di atas tadi kita bisa mengambil simpulan bahwa mempelajari dan meneliti sejarah merupakan pekerjaan mulia. Dengan mengetahui seluk-beluk sejarah, kita akan lebih bijak dalam melihat dan menyikapi segala peristiwa yang telah dan sedang terjadi. Mempelajari sejarah bukan berarti kita mengharapkan kemegahan masa lalu untuk menjelma kembali, melainkan kita mesti menarik pelajaran yang berharga darinya. Di samping itu, melalui penelitian ilmiah ini, kebenaran sejarah akan terkuak tanpa campur tangan negara atau pihak-pihak tertentu. Dengan demikian, sejarah menjadi milik setiap orang, bukan milik orang-orang tertentu yang ingin memutarbalikkan fakta sejarah.
Anda sekarang sudah mengetahui Penelitian Sejarah Lisan. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Hendrayana. 2009. Sejarah 1 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 202.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar