Artikel dan Makalah tentang Perkembangan Seni Rupa, Sastra, dan Pertunjukan Pada Masa Kebudayaan Hindu Budha - Ilmu pengetahuan dan teknologi, merupakan faktor utama dalam menentukan perkembangan pola kebudayaan masyarakat. Perubahan lingkungan sosial terus berlangsung seiring dengan perkembangan manusia, sehingga mengakibatkan makin berkembangnya kebudayaan. Salah satu hal yang menandai perkembangan kebudayaan masyarakat adalah proses penyebaran kebudayaan dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal tersebut menyebabkan makin banyaknya corak kebudayaan sebagai akibat percampuran kebudayaan (akulturasi).
Di Indonesia pengaruh kebudayaan Hindu mewarnai pola kebudayaan masyarakat sejak abad ke-4 Masehi.
Bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu di Indonesia adalah berupa batu bertulis (prasasti) yang ditemukan di pedalaman daerah Sungai Cisadane, dekat Bogor, batu bertulis di daerah Muara Kaman, Kutai, Kalimantan Timur.
Tulisan-tulisan yang terpahat di batu tersebut menggunakan huruf Pallawa. Dalam tulisan tersebut, antara lain mengungkapkan tentang keadaan kerajaan-kerajaan pada masa itu. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa masuknya kebudayaan Hindu dikarenakan para raja mengundang ahli-ahli dan orang pandai dari golongan Brahmana (pendeta) di India selatan yang beragama Wisnu atau Brahma. Mereka diminta raja untuk memimpin upacara-upacara keagamaan yang diselenggarakan oleh kerajaan, di samping sebagai penasihat spiritual serta penasihat di bidang pemerintahan/kenegaraan. Dengan demikian pengaruh kebudayaan Hindu pada masa itu terbatas pada kalangan kerajaan dan keluarganya saja.
Berbagai benda bersejarah peninggalan kebudayaan Hindu di Indonesia terutama menyangkut peninggalan masa kejayaan suatu kerajaan. Benda peninggalan tersebut pada umumnya berbentuk bangunan yang fungsinya berkaitan dengan sistem religi, sedangkan corak pembuatannya menunjukkan tingginya tingkat peradaban pada masa itu.
1) Perkembangan Seni Rupa
Berbagai bentuk candi maupun arca peninggalan zaman kerajaan Hindu menunjukkan perkembangan seni bangunan (relief) yang sekaligus menunjukkan perkembangan seni rupa pada masa Indonesia kuno.
Demikian halnya dengan masuknya ajaran agama Buddha di Indonesia telah berpengaruh terhadap pola bangunan candi pada masa itu. Salah satu peninggalan sejarah kebudayaan Buddha di Indonesia, misalnya Candi Borobudur. Candi Borobudur merupakan bentuk peninggalan sejarah pada masa kerajaan Mataram kuno yang mendapatkan pengaruh kebudayaan Buddha.
2) Perkembangan Seni Sastra
Perkembangan bidang seni sastra di Indonesia pada masa kebudayaan Hindu-Buddha, dapat kita temukan dalam bentuk sebagai berikut.
a) Prasasti adalah batu bertulis yang menunjukkan kemajuan seni sastra berupa tulisan yang dituangkan dalam bentuk relief (seni cetak). Misal: prasasti Kedukan Bukit (683 M) di daerah Kedukan Bukit, tepi sungai Tatang, Palembang; prasasti Talang Tuo (684 M) ditemukan di Talang Tuo, Palembang; dan Prasasti Palas Pasemah di Lampung.
b) Masa kejayaan Sriwijaya pada abad ke-7 dan ke- 8 Masehi menempatkan Sriwijaya sebagai pusat ilmu pengetahuan agama Buddha. Pada masa itu ada salah seorang pendeta Buddha bernama Sakyakirti. Sakyakirti banyak memberikan bimbingan kepada murid-muridnya, antara lain I Tsing dari Cina. I-Tsing diberi tugas khusus menerjemahkan kitab suci agama Buddha.
c) Pada zaman pemerintahan Empu Sindok (929 – 947), disusun kitab suci agama Buddha Tantrayana yang berjudul “Sang Hyang Kamahayanikan”.
d) Pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk (1350 – 1389), yang merupakan salah satu raja Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang bercorak Hindu. Pada masa itu, Patih Gajah Mada menyusun Kitab Hukum Kutaragama. Empu Prapanca, seorang pujangga kerajaan berhasil mengarang Kitab Negarakertagama (1365). Kitab Negarakertagama berisi tentang sejarah Kerajaan Singasari dan Majapahit. Empu Tantular yang berhasil menulis Kitab Sutasoma.
e) Pada zaman keemasan kerajaan Kahuripan hingga zaman kerajaan Kediri (1045 – 1222) seni sastra berkembang pesat, antara lain adanya buku-buku sastra karangan pujangga masa itu. Buku-buku sastra yang dimaksud, yaitu Kitab Smaradahana (Empu Darmaja), Kitab Baratayuda (Empu Sedah dan Empu Panuluh), Kitab Lubdhaka dan Wrata (Empu Tanakung), dan kitab Arjunawiwaha (Empu Kanwa).
Gambar 2. Prasasti Muara Kaman dengan huruf Pallawa dalam bahasa Sanskerta menuliskan tentang pemerintahan Raja Mulawarman yang memimpin kerajaan Kutai. (Wikimedia Commons) |
3) Perkembangan Seni Pertunjukan
Perkembangan seni pertunjukan pada masa Indonesia kuno dapat diketahui melalui tulisan pada prasasti-prasasti, relief-relief candi, dan kitab-kitab sastra yang ada. Secara khusus tidak ada prasasti yang menuliskan tentang adanya suatu bentuk pertunjukan seni, namun pemakaian kata-kata yang bermakna tentang seni pertunjukan sering muncul dalam prasasti, kitab sastra, ataupun relief pada candi. Kitab sastra dan relief tersebut dipergunakan para ahli etnografi untuk menyimpulkan bahwa pada masa itu, seni pertunjukan yang berkaitan dengan seni musik dan seni tari telah berkembang dengan baik.
Beberapa kosakata yang ada pada prasasti, relief candi, ataupun buku sastra pada masa Indonesia kuno diidentikkan dengan perkembangan seni pertunjukan, antara lain:
a) adanya kata-kata: mrdangga, padahi, tuwung, curing, dan murawa yang ada dalam prasasti merupakan sebutan untuk jenis-jenis alat musik pada masa Indonesia kuno;
b) kata-kata: widu mangidung, yang sering muncul di prasasti menunjukkan makna “menyanyi“ (seni vokal);
c) kata-kata mangigel atau anigelaken dan mamirus yang berarti tari topeng menunjukkan perkembangan seni tari pada masa itu;
d) relief-relief yang terdapat pada dinding candi Borobudur menggambarkan alat musik petik, siter dan kecapi, alat musik kendang dan alat musik tiup, menujukkan pada masa itu telah berkembang seni musik;
e) relief-relief yang terdapat pada dinding candi Sukuh, Tawangmangu, Jawa Tengah menunjukkan gambar terompet dan alat musik bendhe. Pilihan pembuat candi menggambarkan relief tentang alatalat musik tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu telah berkembang seni pertunjukan musik dan tari di tengah kehidupan masyarakat. Relief candi pada hakikatnya merupakan bentuk kegiatan mendokumentasikan pola perilaku masyarakat pada masa itu;
f) beberapa kitab sastra yang disusun oleh para pujangga kerajaan pada masa Indonesia kuno telah memasukkan beberapa kata dan kalimat yang menunjukkan makna adanya suatu bentuk seni pertunjukan, baik yang mencakup seni musik maupun seni tari, kitab sastra tersebut sebagai berikut.
• Dalam kitab Arjunawiwaha, disebutkan “ …ghurna ng gong bheri ..”
• Dalam kitab Sutasoma dituliskan “ …munyang gong pangarah .. “
• Dalam kitab Lubdhaka, dituliskan “… rojeh gong gumuruh ..”
• Dalam kitab Hariwangsa, dituliskan “ … rojeh gong grebeg ning bala … “
Kata-kata “gong” pada kalimat tersebut menunjukkan makna sebagai alat musik tradisional, yang sampai kini masih dipergunakan sebagai salah satu dari alat musik tradisional Jawa.
Gambar 3. Gong merupakan salah satu alat musik penting dalam instrumen tradisional Jawa yang telah dikenal sejak zaman Indonesia kuno. (Wikimedia Commons) |
• Demikian pula dalam Kitab Smaradahana, Hariwangsa, dan Tantri Kamandaka dituliskan alat musik kendang dengan istilah “tabehtabehan” atau “ tetabuhan”.
• Dalam Kitab Arjunawiwaha juga dituliskan tentang alat musik simbal yang disebut sebagai “barebet “.
• Dalam Kitab Malat terdapat tulisan alat musik gambang, yakni salah satu alat musik tradisional Jawa yang berupa rangkaian bilahan kayu dengan nada berbeda-beda dibunyikan dengan dua alat pemukul yang bagian pemukulnya bulat pipih.
• Dalam Kitab Malat juga dituliskan tentang pemakaian alat musik rebab (jenis alat musik gesek tradisional Jawa) dalam kalimat “…. rebab muni alangu …“, serta menyebutkan alat musik kecapi dengan istilah kacapi atau kachapi.
• Dalam Kitab Kidung Harsawijaya, terdapat kata-kata angidung, yang berarti menyanyi, angringgit yang berarti memainkan wayang (ringgit = wayang), anepuk atau anapuk yang berarti menari topeng, dan amidu atau widu yang mengandung makna menyanyi, serta agugujegan yang berarti melucu atau melawak.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa Indonesia kuno, masyarakat telah mengenal seni pertunjukan yang terdiri atas seni vokal (menyanyi), seni musik (gamelan), dan seni tari.
Dalam bidang seni pertunjukan pengaruh kebudayaan Hindu memunculkan berbagai bentuk seni tari maupun seni drama tradisional yang masih lestari hingga kini, antara lain:
• wayang orang ataupun wayang kulit yang mengambil cerita dari kisah Mahabharata dan Ramayana;
• drama tari topeng yang mengambil kisah cerita panji;
• tari topeng panji, tari topeng rumyang dan tari topeng tumenggungan dari Cirebon;
• tari klono topeng dan tari gunung sari, di Jawa Tengah.
Anda sekarang sudah mengetahui Perkembangan Seni Rupa, Sastra, dan Pertunjukan Pada Masa Kebudayaan Hindu Budha. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Indriyawati, E. 2009. Antropologi 1 : Untuk Kelas XII SMA dan MA. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 194.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar