Jumat, 08 Februari 2013

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum dan Sesudah Mengenal Aksara

Artikel dan Makalah tentang Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum dan Sesudah Mengenal Aksara - Sebagai makhluk berbudaya, tentunya masyarakat kuno di Kepulauan Nusantara telah mengenal peradaban. Sama seperti suku dan bangsa lain di bumi ini, rakyat di Nusantara telah mengembangkan kebudayaannya. Masing-masing suku di Nusantara mengembangkan bentuk dan corak kebudayaannya berdasarkan “selera” masing-masing. Salah satu pengembangan menurut seleranya ini adalah terbentuknya ragam bahasa yang berbeda, yang kemudian menjadi bahasa daerah. Cara pikir pun memengaruhi bentuk tradisi sejarah yang berbeda, meski hampir sama. Pengembangan dan perkembangan budaya ini telah berlangsung sejak masyarakatnya belum mengenal sistem tulis yang menggunakan aksara sebagai lambang bunyi. Dan setelah mulai mengenal tulisan, tradisi masyarakat pun berkembang dan makin beragam. Setiap daerah di Nusantara makin menemukan jati dirinya sebagai sebuah komunitas yang mandiri serta berbeda dengan komunitas lainnya.

A. Tradisi Masyarakat Indonesia Sebelum Mengenal Aksara

Kehidupan sebelum masyarakat mengenali tulisan atau aksara disebut kehidupan prasejarah. Setiap bangsa di muka bumi ini pasti pernah mengalami masa prasejarah. Bangsa-bangsa kuno yang terkenal berkebudayaan tinggi pun, seperti Babilonia, Mesopotamia, Asyiria, Yunani, Romawi, Maya-Inka, Cina, India, pasti pernah mengalami era prasejarah yaitu zaman sebelum mengenal sistem tulis.

Memang, tiap-tiap bangsa mengalami masa pra-aksara berbeda-beda. Masa prasejarah Cina tentu tak sama dengan masa prasejarah Indonesia. Bangsa Cina telah mengenal sistem aksara jauh sebelum periode Masehi. Sedangkan, rakyat Nusantara baru mengenal sistem tulis setelah masa masehi. Selain itu, aksara yang dipakai oleh kedua bangsa ini berbeda, Cina memakai aksara Cina sedangkan Indonesia menggunakan aksara Pallawa. Aksara Pallawa ini pun hasil pengaruh dari orang-orang India Selatan.

Akibat dari tiadanya informasi dalam bentuk tulisan ini maka para peneliti sangat sukar untuk mengetahui kehidupan masa prasejarah ini. Manusia-manusia prasejarah hanya meninggalkan benda dan artefak kebudayaan mereka. Dengan demikian, para peneliti hanya mampu menafsirkan tentang kehidupan manusia masa prasejarah berdasarkan peninggalan-peninggalan yang ditemukan.

Kita tak mungkin mengetahui segala kejadian manusia secara keseluruhan. Namun, bukan berarti benda-benda prasejarah tersebut tidak bermanfaat. Benda-benda tersebut memberitakan kepada kita tentang bagaimana manusia-manusia zaman dahulu memperlakukan alam sekitar.

Salah satu fungsi sejarah adalah untuk memberikan identitas kepada masyarakatnya. Sebuah masyarakat dengan kebudayaan, nilai-nilai, norma-norma, tradisi, dan adat istiadat yang sama, pasti memiliki jejak-jejak sejarahnya di masa lampau. Dengan demikian kisah sejarah dianggap perlu untuk menunjukkan jati dirinya yang membedakan dengan masyarakat lainnya. Kisah sejarah juga dianggap perlu sebagai pengalaman kolektif bersama di masa lampau. Bahkan seringkali garis keturunan yang sama dapat mempererat rasa solidaritas di antara anggota masyarakatnya secara turun-temurun. Oleh karena itu, suatu kisah sejarah yang dapat menjelaskan keberadaan suatu kolektif dianggap perlu, baik pada masyarakat sebelum maupun sesudah mengenal tulisan.
Seorang tetua Timor dari suku Nabuasa, Nusa Tenggara, tinggal menceritakan kembali asal-usul sukunya (Tradisi lisan).
Gambar 1. Seorang tetua Timor dari suku Nabuasa, Nusa Tenggara, tinggal menceritakan kembali asal-usul sukunya (Tradisi lisan).
Pada masyarakat yang belum mengenal tulisan kisah sejarah disebarluaskan dan diwariskan secara lisan sehingga menjadi bagian dari tradisi lisan mereka. Sebuah tradisi lisan seringkali mengisahkan pengalaman masa lampau jauh ke belakang, sejak adanya manusia pertama bahkan sebelum adanya manusia sampai terciptanya suatu kolektif yang dikenal sebagai masyarakat atau pun suku bangsa.

Sebagai sebuah karya sejarah tradisional maka tradisi lisan tidak menggunakan prosedur penulisan sejarah ilmiah. Karya-karya yang disebarkan melalui tradisi lisan seringkali memuat sesuatu yang bersifat supra-natural di luar jangkauan pemikiran manusia. Dalam karya-karya tersebut antara fakta dan imajinasi serta fantasi bercampur baur.

Karya-karya dalam tradisi lisan biasanya dikenal sebagai bagian dari folklor. Tradisi lisan ini antara lain berupa mitos, legenda, dan dongeng. Tradisi lisan itu kemudian disebarkan dan diwariskan. Dalam pandangan sejarah modern tentunya cerita rakyat semacam itu tidaklah mengandung nilai sejarah. Akan tetapi, bagi masyarakat tradisional hal itu dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Cerita itu kemudian dijadikan sebagian dari simbol identitas bersama mereka dan sebagai alat legitimasi tentang keberadaan mereka.

Penyebaran dan pewarisan tradisi lisan memiliki banyak versi tentang satu cerita yang sama. Hal ini menunjukkan dalam penyebaran dan pewarisan tradisi lisan telah terjadi pembiasan dari kisah aslinya, walaupun seringkali tokoh yang menjadi figur dalam cerita itu adalah tokoh sejarah. Hal ini disebabkan ingatan manusia yang terbatas dan adanya keinginan untuk memberikan variasi-variasi baru pada cerita-cerita itu. Oleh karena itu, kisah sejarah yang disalurkan lewat tradisi lisan itu akan terus mengalami perubahan. Perubahan yang diakibatkan oleh imajinasi dan fantasi dari pencerita. Akibatnya, fakta sejarah itu makin kabur atau tenggelam sama sekali karena adanya penambahan atau pengurangan dari masing-masing nara sumber.

Contoh lainnya, yaitu epos tentang Hang Tuah, pahlawan Melayu yang merupakan tokoh sejarah. Karena dijalin oleh berbagai tambahan dan penafsiran yang subjektif maka tokoh Hang Tuah mengalami proses metamorfosis menjadi tokoh dongeng. Hang Tuah digambarkan tidak pernah mati. Ia selalu hidup terus dan sesekali muncul menolong bangsa Melayu. Tradisi lisan Hang Tuah ini akhirnya dinaskahkan. Akan tetapi, karena penulisannya tidak berazaskan ilmiah, kisah Hang Tuah menyimpang dari fakta sejarah sesungguhnya dan menjadi dongeng atau cerita dalam rangka kesusastraan lama. Di Jawa tokoh-tokoh penyebar Islam pada masa awal penyebaran Islam yang dikenal sebagai para wali, kemudian juga dikenal sebagai tokoh legenda yang memiliki kemampuan supra-natural dan makamnya dianggap keramat dan ditafsirkan oleh masyarakat yang belum mengenal tulisan. Dalam pewarisan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi, terdapat banyak keberpihakan dalam penafsiran dan penjelasan suatu peristiwa masa lalu, walaupun demikian, tradisi lisan memiliki fungsi yang penting bagi masyarakatnya. Tradisi lisan dalam bentuk mitos, legenda maupun dongeng melukiskan kondisi fakta mental dari masyarakat pendukungnya. Tradisi lisan juga merupakan simbol identitas bersama masyarakatnya sehingga tradisi lisan juga merupakan simbol solidaritas dari masyarakatnya. Tradisi lisan juga menjadi alat legitimasi bagi keberadaan suatu kolektif, baik sebuah marga, masyarakat maupun suku bangsa.

Sehubungan dengan hal itu, tradisi lisan tidaklah melukiskan kenyataan atau fakta yang sesungguhnya. Walaupun tokoh-tokoh dan waktu terjadinya peristiwa itu memang benar-benar ada, tetapi keseluruhan kisahnya banyak mengalami perubahan. Hal-hal yang pada awalnya merupakan fakta atau kenyataan, akhirnya menjadi bentuk mitos dan legenda karena adanya penambahan-penambahan atau pengurangan fakta sejarah. Dalam bentuk mitos dan legenda sulit sekali memisahkan antara fakta dengan kepercayaan yang ditafsirkan oleh masyarakat yang belum mengenal tulisan.

Dalam pewarisan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi, terdapat banyak keberpihakan dalam penafsiran dan penjelasan suatu peristiwa masa lalu, walaupun demikian, tradisi lisan memiliki fungsi yang penting bagi masyarakatnya. Tradisi lisan dalam bentuk mitos, legenda, maupun dongeng melukiskan kondisi fakta mental (mentifact) dari masyarakat pendukungnya. Tradisi lisan juga bisa merupakan simbol identitas bersama masyarakatnya sehingga tradisi lisan juga bisa menjadi simbol solidaritas dari masyarakatnya. Tradisi lisan ini juga menjadi alat legitimasi bagi keberadaan suatu komunitas yang manyangkut suku bangsa.


C. Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Setelah Mengenal Aksara

Sebelum masyarakat mengenal sistem tulisan, masyarakat Indonesia telah berhubungan dengan para pedagang asing, terutama dari Cina Selatan dan India Selatan. Karena Kepulauan Nusantara terletak di antara jalur pelayaran Cina-India maka para pedagang yang pergi dari Cina ke India atau sebaliknya dipastikan melewati perairan Indonesia. Selama pelayaran ini, para pedagang asing menyempatkan diri singgah di tempat-tempat di Indonesia.

Persinggahan para pedagang asing tersebut dapat berlangsung sementara atau untuk waktu yang cukup lama. Adakalanya mereka singgah di pelabuhan-pelabuhan yang ramai didatangi para pelaut dan pedagang lain, sekadar menawarkan barang dagangnya. Dan adakalanya pula mereka mencari dan membuka lahan baru sebagai tempat tinggal sementara sebelum melanjutkan pelayaran. Ingat, pelayaran mereka sangat tergantung pada kondisi cuaca.

Para pedagang dan pelaut asing yang berdiam relatif lama itu pada akhirnya bersosialisasi dengan penduduk pribumi Nusantara. Dengan demikian, terjadilah kontak budaya antara mereka dengan orang-orang pribumi. Memang, pengaruh India dan Cina terhadap kehidupan pribumi tidak sama. Ini terlihat dari segi politik. Kita akan mengetahui bahwa ternyata orang-orang Indialah yang banyak memainkan peran politik di awal-awal tarikh masehi di Nusantara. Ini terlihat dari sistem pemerintahan kerajaan yang diadopsi dari sistem di India.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para pakar, bangsa Indonesia memasuki zaman sejarah sekitar abad ke-5 Masehi, yaitu dengan ditemukannya tujuh buah prasasti yang berbentuk yupa di daerah Kutai, Kalimantan Timur. Pengaruh India sangat kental dalam penemuan yupa tersebut yaitu terdapatnya huruf Pallawa yang tertulis dalam yupa tersebut. Dari sinilah kemudian tradisi sejarah pada masyarakat Indonesia mulai terbentuk. Mereka mulai membuat catatan tertulis atau merekam pengalaman hidup masyarakatnya. Berikut contoh beberapa rekaman pengalaman masyarakat Indonesia yang berwujud prasasti sebagai berikut:

1. Prasasti

2. Karya Sastra

D. Perkembangan Historiografi Di Indonesia

Rangkuman :

Manusia-manusia prasejarah hanya meninggalkan benda dan artefak kebudayaan mereka, tanpa adanya tulisan. Dengan demikian, para peneliti hanya mampu menafsirkan tentang kehidupan manusia masa prasejarah. Namun, bukan berarti benda-benda prasejarah tersebut tidak bermanfaat. Benda-benda tersebut memberitakan bagaimana manusia-manusia zaman dahulu memperlakukan alam sekitar.

Benda-benda material peninggalan zaman praaksara dapat berupa perkakas tajam untuk keperluan berburu, gerabah, tembikar, alat-alat perhiasan. Di samping benda material, peninggalan masa prasejarah pun dapat berupa non-material. Peninggalan budaya nonmateri ini misalnya, pandangan dunia (falsafah hidup), norma (value), cita-cita hidup. Masyarakat Nusantara pada masa ini meninggalkan jejak-jejak sejarah berupa dongeng lisan, bahasa-bahasa daerah, upacara tradisonal terhadap roh leluhur. Mereka pun telah mengenal sistem barter barang, persawahan, perladangan, teknik irigasi, pengecoran logam, ilmu perbintangan.

Pada masa praaksara, masyarakat Nusantara telah berhubungan dengan pedagang asing, terutama dari Cina dan India. Karena Nusantara terletak di antara jalur pelayaran Cina-India, pedagang yang pergi dari Cina ke India atau sebaliknya dipastikan melewati perairan Indonesia. Persinggahan para pedagang asing tersebut dapat berlangsung sementara atau untuk waktu yang cukup lama. Para pedagang dan pelaut asing yang berdiam relatif lama itu pada akhirnya bersosialisasi dengan penduduk pribumi Nusantara. Terjadilah kontak budaya antara mereka dengan orang-orang pribumi.

Pengaruh India dan Cina terhadap kehidupan pribumi tidak sama. Ini terlihat dari segi politik. Kita akan mengetahui bahwa ternyata orang-orang Indialah yang banyak memainkan peran politik di awal-awal tarikh masehi di Nusantara. Ini terlihat dari sistem pemerintahan (raja, kerajaan) yang diadopsi dari sistem di India. Tradisi sejarah pada masa setelah masyarakat Nusantara mengenal tulisan, di antaranya bangunan fisik (candi, prasasti, keraton, masjid, kuburan raja atau sultan), karya sastra yang bersifat sejarah maupun legenda (kitab, babad, serat, carita, sajarah), serta peninggalan budaya lain yang bersifat materi maupun tidak.

Anda sekarang sudah mengetahui Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum dan Sesudah Mengenal Aksara. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Hendrayana. 2009. Sejarah 1 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 202.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar